Oleh: Faidah Azuz Sialana
Kulempar jauh-jauh kulibia
Kutiupkan kapata di lekukan badannya
Kumantrai agar menjadi jawara.
Heoe heoe…, telah kukenakan kabaya putih renda
Kuhitung knop tangan kebaya, adakah tiga belas jumlahnya
Ingin kupastikan ketepatan derajat nyora.
Heoe heoe…, telah kutikam tusuk konde tepat di atas bunga manor
Kuangkat kaning agar marinyo segera tabaos
Kabarkan keberangkatanku lalu mengikatnya di ujung mintanggur
Di ujung kampung dekat pancoran mesjid
Perempuan itu menyorongkan lenso putih berjiku ampa
Bukalah jikalau susah mendatangimu di sana, pesannya.
Lalu kukepakkan sayap meninggalkan hausihu
Ku kelanakan diriku sembari menghirup dalam-dalam udara di seberang pulau
Di sana, terkadang kusangkal pula muasalku.
Dan malam ini, punggungku letih karena beban yang mendera
Dalam sekali hentak, lenso putih ada di pangkuanku
Duh..hasrat membuka telah sampai ke ubun-ubunku
Heoe..heoe… aroma kayu manis semerbak menari-nari di hidungku
Bau laut telah berdendang berebut masuk ke kepala, memabukanku
Melarikanku pulang menerjang lautan
hingga tiba di dekat pancoran mesjid kampungku
Kukenali diriku dari kejauhan duduk berdampingan dengan perempuan tua,
Duhai kami bersitatap mesra, bahagia membuncah jua
Sambil mengibaskan pasir putih yang menempel di kebaya, tanganku disentuhnya
pulanglah kembali, tidak ada menyerah untuk mahina hausihu.
Yogya, 16 desember 2007.
Rev. 22 desembar 09.
Kutiupkan kapata di lekukan badannya
Kumantrai agar menjadi jawara.
Heoe heoe…, telah kukenakan kabaya putih renda
Kuhitung knop tangan kebaya, adakah tiga belas jumlahnya
Ingin kupastikan ketepatan derajat nyora.
Heoe heoe…, telah kutikam tusuk konde tepat di atas bunga manor
Kuangkat kaning agar marinyo segera tabaos
Kabarkan keberangkatanku lalu mengikatnya di ujung mintanggur
Di ujung kampung dekat pancoran mesjid
Perempuan itu menyorongkan lenso putih berjiku ampa
Bukalah jikalau susah mendatangimu di sana, pesannya.
Lalu kukepakkan sayap meninggalkan hausihu
Ku kelanakan diriku sembari menghirup dalam-dalam udara di seberang pulau
Di sana, terkadang kusangkal pula muasalku.
Dan malam ini, punggungku letih karena beban yang mendera
Dalam sekali hentak, lenso putih ada di pangkuanku
Duh..hasrat membuka telah sampai ke ubun-ubunku
Heoe..heoe… aroma kayu manis semerbak menari-nari di hidungku
Bau laut telah berdendang berebut masuk ke kepala, memabukanku
Melarikanku pulang menerjang lautan
hingga tiba di dekat pancoran mesjid kampungku
Kukenali diriku dari kejauhan duduk berdampingan dengan perempuan tua,
Duhai kami bersitatap mesra, bahagia membuncah jua
Sambil mengibaskan pasir putih yang menempel di kebaya, tanganku disentuhnya
pulanglah kembali, tidak ada menyerah untuk mahina hausihu.
Yogya, 16 desember 2007.
Rev. 22 desembar 09.
Catatan kata bahasa Ambon:
kulibia = kulit kerang
kapata = syair-syair dalam bahasa tanah/asli
kabaya putih renda = kebaya khas Ambon
nyora = panggilan hormat perempuan berderajat
manor = melati
marinyo = orang bertugas menyampaikan titah dari raja
tabaos = penyampaian titah
mintanggur = sejenis pohon kayu besar yang tumbuh di pinggir pantai.
lenso = sapu tangan
jiku ampa = empat persegi
hausihu = nama negeri Morella terletak di Pulau Ambon
mahina hausihu = perempuan Morella
kulibia = kulit kerang
kapata = syair-syair dalam bahasa tanah/asli
kabaya putih renda = kebaya khas Ambon
nyora = panggilan hormat perempuan berderajat
manor = melati
marinyo = orang bertugas menyampaikan titah dari raja
tabaos = penyampaian titah
mintanggur = sejenis pohon kayu besar yang tumbuh di pinggir pantai.
lenso = sapu tangan
jiku ampa = empat persegi
hausihu = nama negeri Morella terletak di Pulau Ambon
mahina hausihu = perempuan Morella
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.