Kamis, 07 Agustus 2014

MEMBACA PUKUL SAPU NAGRI MORELLA



Foto Atraksi Pukul Sapu Lidi Negeri Morella 2014 (Rus)
Pukul sapu (PS) adalah budaya turun temurun yang dilakukan masyarakat di dua nagri bertetangga, Mamala dan Morella setiap tahun pada hari kedelapan Syawal. Dalam tulisan ini saya hanya akan menulis tentang pukul sapu di nagri Morella, karena beberapa hal yang menurut saya penting untuk dikaji lebih jauh lagi. Tulisan ini baru sekedar menggelitik rasa ingin tahu makanya tidak untuk menjawab tuntas. Ada beberapa pertanyaan yang saya kemukakan adalah bagian dari tugas kita bersama termasuk akademisi untuk menggali lebih jauh budaya PS.

Kenapa Pukul Sapu ?” Pertanyaan ini biasa diajukan oleh pengunjung dari berbagai kalangan. Salah satu yang saya temukan adalah pertanyaan dari Bapak Andi Kumala Ijo Karaeng Lembang Parang, Putra Raja Gowa terakhir yang pernah menghadiri acara PS di Nagri Morella tahun 2008 lalu. Saya lalu menjawab dengan menggunakan jawaban klise, “ .. PS adalah pemaknaan para pejuang terhadap perjuangan mereka yang berakhir dengan kekalahan. PS terjadi secara spontan sebagai ungkapan rasa sedih atas perjuangan yang telah berakhir. Perih di badan karena lecutan sapu menjadi perlambang kerasnya perjuangan yang disertai dengan pengorbanan jiwa raga. Kerasnya genggaman serta kuatnya pukulan jadi perlambang tekad kuat untuk tetap menolak semua bentuk penjajahan dan kerjasama dengan Belanda.” Mungkin dalam bahasa kita hari ini, rasa ini mirip dengan “gagartang”. Orang yang gagartang, bisa saja memukul sesuatu di depannya yang juga berarti menyakiti diri. Ia sadar, tapi sukar kendalikan diri karena ada dorongan melepas energi dari dalam diri yang sukar dibahasakan. Menyakiti tubuh dengan saling memukul, menunjukkan ada girah untuk mengusir Belanda, namun harus kandas. Saya juga menceritakan bahwa peserta PS melambangkan pasukan Kapahaha yang terdiri dari berbagai kelompok yang bergabung melawan Belanda. Pasukan-pasukan itu dipimpin oleh Kapitan atau malesi. Dalam deretan kapitan ada dari Tomol, dari Ternate, ada dari Buru, bahkan dari Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Jipang, Karaeng Tulis, dan Daeng Mangapa dll. Seorang pemuda yang ikut PS, akan menjadi kebanggaan keluarga. Karena mereka adalah perlambang pasukan Kapahaha yang melawan penjajah. Badan tetap akan merasa sakit ketika lecutan sapu mendarat di kulit. Luka, dan berdarah adalah konsekuensi, tapi tetap menjadi kebanggan. Karena mereka adalah pasukan perang. Dalam konteks kekinian, kebanggaan itu juga adalah identitas anak nagri Morella.

DARI MANA BUDAYA PUKUL SAPU ?

Jawaban saya di atas, tentu tidak memuaskan. Karena hanya bercerita tentang runtut kejadian yang saya pahami. Bukan asal usul atau latar belakang. Menjawab “WHY” perlu pendalaman. Berbagai sumber tertulis yang sudah dikumpul di nagri Morella juga tidak menjelaskan bagaimana awal terjadinya PS. Yang ada dalam masyarakat Morella, bahwa itu terjadi setelah pejuang Kapahaha kalah perang dan ditawan. Cerita PS pasca ditawan diceritakan turun temurun oleh masyarakat Morella.

Imam Rijali sendiri dalam “Hikayat Tanah Hitu”, tidak menulis PS. Namun ini bisa dimaklumi karena Imam Rijali adalah salah seorang yang lolos saat gempuran Belanda ke Kapahaha. Imam Rijali menyebut bahwa pasukan dari Wawane (setelah kalah dalam perang Wawane/Hitu 1) ditempatkan di Iyal Uli, satu perkampungan dekat Kapahaha. Imam Rijali tidak ikut ditawan bisa jadi karena saat itu berada di Iyal Uli bersama sisa pasukan Wawane.

Bila menelisik sedikit lebih jauh, maka budaya menyakiti diri karena sesuatu perasaan yang terbendung, itu terdapat dalam ritual dan budaya yang dekat dengan Syiah. Lalu, apakah ada pengaruh Syiah dalam PS ? May be yes, may be no.

Dan untuk membuktikannya, dapat dikaji melalui pendalaman siapa tokoh-tokoh pejuang. Siapa tokoh agama berpengaruh saat itu. Atau imam, atau peneyebar agama Islam yang saat itu berada bersama tawanan di Sawatelu, kaki bukit ke Kapahaha. Jalan ini bisa menjadi salah satu pintu masuk mengungkap alasan terjadinya PS Morella di samping pendekatan-pendekatan lain. Kemudian andaikan kita menyandarkan pada tradisi Syiah, maka itu juga bukan hal aneh. Syiah berkembang di Maluku dan bahkan banyak terdapat dalam ritual dan budaya umat Islam Indonesia. Hal itu terjadi karena penyebaran agama Islam di Indonesia datang tidak saja dari satu sumber dan tidak dalam satu waktu. Akan tetapi kehadiran penyebar Islam dalam gelombang waktu yang cukup banyak dan dengan penyebar agama dengan asal yang berbeda-beda, seperti dari Persia, Gujarat, Yaman, bahkan dalam satu naskah kuno koleksi Marga Manilet di Morella, ada yang berbahasa Sunda dan menggunakan aksara Arab. Pengaruh Syiah lain di Maluku ditulis oleh Yance Zadrak Rumahuru tentang perayaan Ma’atenu di Pelauw.

Tradisi menyakiti tubuh sampai sekarang kita bisa dapati dalam memperingati kematian Imam Husein, cucu Nabi Muhammad yang dikhianati dan dibunuh di Karbala. Peristiwa memilukan itu kemudian banyak diperingati warga Syiah dengan memukulkan tubuh hingga berdarah. Bagi peserta yang memperingati kematian Imam Husein, menyakiti tubuh adalah bagian dari ungkapan ingin merasakan pedihnya penderitaan, ungkapan rindu pada Imam Husein dll.

BUTUH KAJIAN AKADEMIS

Ketika masuk pada ranah kajian, tentu masyarakat Nagri Morella dan Maluku secara umum sangat terbantu dengan kajian akademis. Karena kajian akademis yang mendalam akan memperkaya budaya PS. Makin banyak kajian dengan berbagai pendekatan, membuat pertanyaan seputar PS yang selama ini belum terjawab tuntas dan tampak hanya sebagai cerita bersambung antar generasi bisa mendapat legitimasi akademis. Semoga satu waktu, hasil kajian tersebut dapat dinikmati dan memperkaya khazanah budaya masyarakat Maluku.

Durian Patah, 2 Agustus 2014
Fuad Mahfud Azuz
Pernah dimuat di Harian Ambon Ekspres
Tgl 4 Agustus 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger